PEMUDA DESA MENUJU KOTA PENDIDIKAN


Oleh | Anang Ma'ruf Pribumisasi

     Pemuda atau sekumpulan para siswa serta pengangguran sering kali menjadi tranding topic dalam bermasyarakat dengan segala sesuatu dilakukan pemuda hingga penilaian tersebut sudah bukan pada jalan kebaikan, pergaulan bebas merajalela yang multitafsir dalam apa yang dilakukan pemuda tersebut dengan harus menjadi raja jalanan dan dialah raja jalanan dengan kontestasi yang harus menjadi tolak ukur kemenangan hingga sering kali hidupnya hanya membuat ricuh dan gisruh saja, itu kemudian menjadi landasan dogmatisme dalam paradigma masyarakat bukan harus melihat kausalitasnya seperti apa.

Kehidupan pemuda dalam perjalanan desa hanyalah mengisahkan masalah dan keributan terhadap masyarakat sekitar dengan perbuatan yang dilakukan dijalanan yang mengganggu aktivitas dengan muatan hidup masyarakat yang di desa. Pemuda yang seharusnya menjadi tonggak gerakan perubahan dalam suatu desa dan menjadi of control serta membawa ide dengan sejuta gagasan yang harusnya dituangkan pada masyarakat khususnya (masyarakat desa) yang masih buram terhadap kehidupan nyata apalagi kebiasaan hidupnya memandang serta menilai bahwa pemuda itu tidak baik, pemuda tersebut bukan secara keseluruhan bahwa pemuda itu buruk, tapi yang kita pahami bersama apabila atas nama pemuda maka muncullah persepsi yang (pesimesme) dalam anggapan masyarakat karena hal tersebut dalam perbuatanya seakan menjadi dogma atas apa yang dilakukan pemuda hingga doktrin yang selalu dipahamkan pada generasi, hal itu yang kemudian menjadi tolak ukur terhadap pemuda dan menjadi doktrin keras antara masyarakat (A dan masyarakat B) dengan kelakuan yang tidak baik dilakukanya dengan pandangan yang sebelah mata atau sepihak.

Persoalan mendasar terhadap dogmatisme tersebut karena (simbolik), dalam kehidupan dengan penampilan siapa yang berambut warna-warni dengan kehidupan desa maka dia buruk, dan siapa yang berpenampilan  pakek peci dan sorban dialah yang paling baik. Dengan asumsi-asumsi klasikal yang menjadi ujaran bagi masyarakat maka lambat laun dengan berjalanya waktu pemuda berfikir bersama-sama, apakah hidup kita sebagai pemuda selalu dimaknai dengan kebukuran oleh masyarakat? itu kan tidak.
Maka kemudian hal yang paling penting untuk dibahas bersama guna untuk mengubah menset yang kolot dengan segala konklusi masyarakat terhadap pemuda maka kesadaran (individualis) yang dibutuhkan sebagai langkah untuk kesadaran sosial bermasyarakat. Setelah langkah menjadi suatu perilaku dalam perjalanan pemuda atas baik-buruknya pemuda, maka pentingnya pendidikan tersebut untuk kita belajar bersama sesuai (visi-misi) bangsa tersebut.  

Ada beberapa hal yang kemudian menjadi landasan masyarakat dengan merenungkan nasib generasi ke generasi yang kemudian ada dualisme yang menjadi kotradiksi antara (pendidikan dan pekerjaan), pendidikan di ukur dengan hal yang sudah tidak layak untuk diperjuangkan karena berpendidikan hanyalah buang-buang waktu dan materi yang akhirnya tidak menghasilkan apa-apa, bahkan membawa dampak yang sangat buruk pada poros kehidupan karena yang menjadi ukuran bagi masyarakat yaitu investasi yang kemudian bagaimana dividen tersebut yang diharapkan, hal itulah yang selalu menjadi kesan dan pemikiran yang sangat menyeluruh,.

Namun jikalau berbicara pekerjaan ada bahasa mutualisme yang masyarakat pahami pada konteks investasi atau adanya dividen karena otentiknya bekerja menghasilkan dengan bukti yang riil sehingga upaya pemuda untuk menjadi bagian dari pekerjalah satu-satunya keistimewahan yang dirasakanya, kita berbicara pada ranah materi memang manusia tak pernah puas dengan nominal atau pendapatan yang dimilikinya karena suatu kebutuhan diukur dengan kesuksesan yang ingin instan adalah bentuk bagian utopis yang selalu menjadi kebanggaan dari alam bawah sadar dan seakan-akan dunia ini dimaknai dengan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan.
Sedangkan bumi manusia adalah dunia kita bersama dengan persoalan yang jelas perlu kita ketahui bahwa hak dan perjuangan diri sendiri yang  dan memakan keringatnya sendiri lebih penting dari pada makan hak orang lain yang berusaha maju dan penuh keberanian demi perjuangan dan juga bahwa kehidupan seseorang harus menetukan sikap.

Dalam konteks pendidikan ada dua persoalan yang menjadi hakikat dalam masyarakat, yang sering kali kita ketahui serta kita temui bahwa dalam ranah pendidikan otentiknya ada dua peristiwa aneh walaupun mendasar yang sifatnya masih sama dengan pembahasan diatas tadi bahwa ada tiga tahapan masyarakat secara kekuasaan harta yaitu (kaya, menengah, miskin) dalam konteks miskin ada bagian dari mukjizat yang kita rasakan bahwa banyaknya kepedulian terhadap berpendidikan tersebut atau jalan menuju kota memang berangkat kesadaran itu dari yang miskin, oleh karena itu keberhasilan dalam setiap pelajaran perlu kita harus percaya dengan suatu keberhasilan dengan kepercayaan semuanya akan jadi mudah dan jangan takut pada pelajaran apapun, karena ketakutan itu sendiri adalah kebodohan awal yang membodohkan kita semua dengan segala sesuatu itu.
Oleh karenanya perlu berterima kasih pada segala yang memberi kehidupan, kasihan hanya perasaan orang berkemauan baik yang tidak mampu berbuat dan kasihan juga hanya satu kemewahan atau satu kelemahan yang terpuji dengan yang mampu melakukannya. Sering kali masyarakat menceritakan kesenangan dengan persoalan harta yang berlimpah dan kesuksesan orang lain, jika kita pahami dengan kesadaran berfikir walaupun harta berlimpah merupakan kesuksesan bagi mastarakat namun bagi saya cerita tentang kesenangan selalu tidak tertarik karena semuanya kembali pada masing-masing pemberian yang (maha kuasa), jika bercerita tentang kesenangan dan kehidupan orang lain itu hanya tentang (surga) dan yang jelas tidak terjadi diatas bumi ini. Dalam cerita tentang kesenangan tersebut ada beberapa hal yang sangat menjadi bagian dari kesuksesan dengan menganggap orang lain itu remeh karena kelihatanya sederhana dan tidak mampu, bagi saya walaupun penglihatanya seseorang setajam elang, pikiranya setajam pisau cukur, perabaanya lebih peka dari para dewa dan pengdengaranya dapat menangkap musik serta ratap-tangis kehidupan dan tentang pengetahuan manusia takkan bakal bisa kemput.

Perjuangan terhormat yang dilakukan oleh pribumi dengan segala tentang bumi manusia adalah tentang segala perjuagan baik perjuangan keadilan, kebenaran, dan cinta hak asasi dengan menempuh pendidikan tersebut, dengan perjuangan bagaimana senuanya harus berjuang merasa terhormat dan berhasil membungkam banyak pihak dan latar belakang yang sudah tidak penting pendidikan serta membawa revolusi dan kemerdekaan kesadaran serta mendobrak paradigma bahwa pribumi harus menjadi tuan dirumahnya sendiri dan harus berjuang apabila ada pihak lain yang mengatur dan mengambil haknya, segala sesuatu tentang perjuangan dengan cucuran keringat dan air mata yang diperjuangkan oleh para pemuda demi menempuh dalam dunia akademik, maka dari itu pemuda harus membuktikan bahwa ada harga yang harus dibayar untuk sebuah perjuagan karena tidak ada hidup yang mudah serta tidak ada perjuangan yang santai dan proses semua prosesnya tentu harus dihargai.

Dengan berpendidikan maka ilmu pengetahuan yang membuat jadi cerdas dan lebih berani menyampaikan segala sesuatu yang tidak baik dilakukan orang lain dan lebih bebas disampaikan dalam kearah positif dan bagaimana juga masyarakat dapat mencontoh dengan segala macam kecerdasan bermasyarakat dengan menumpas kebusukan berfikir yang hanya mengisahkan iri dan dengki yang selalu didamba-dambakan dengan segala penyebaran fitnah dimana-mana, maka pendidikan tersebut penting sekali karena telah tercantum dalam (UUD 1945 dalam bab 31 pasal point 1).
Oleh karena itu kehadiran ide-ide revolusioner harus ditransformasikan dan harus hadir menjadi bagian dari berfikirnya masyarakat serta bisa menciptakan kekuranag dan kelebihan dari cerita dari makna serta tujuan sebelumnya masyarakat pahami, dan memang penting adanya sinergitas yang membawa perubahan lahirnya seorang terpelajar yang harus berbuat adil dalam sejak niatan dan tekadnya apalagi perbuatan.
Ilmu pengetahuan dan perjuangan kehidupan memang membutuhkan anak-anak muda pribumi yang mampu membawa masyarakt kolot dengan peradaban sehingga bisa bermasyarakat yang damai tanpa harus mencaci maki persaudaraan, dan harapan satu-satunya bangsa memang ditentukan oleh pemudanya dengan jutaan perubahan yang diberikan serta mengajak kehidupan yang lebih indah dan sakral dalam berkehidupan, kekayaan yang berlimpah pada bumi ditanah kita sendiri memang harus dijaga dan dirawat oleh anak bangsa sendiri serta dikelolah dengan baik karena kehidupan yang baik bukan semata-mata tentang keajaiban tuhan namun karena perjuagan dan kemauan dari anak bangsa tersebut.

Dalam alqur’an sudah dijelaskan bahwa tuhan mengingatkan kepada Muhammad lewat wahyu yang pertama di turukan kepadanya bahwa (BACALAH) dengan menyebut nama tuhanmu artinya adalah dalam membangun sebuah peradaban, peradaban tersebut membutuhkan manusia-manusia pilihan, manusia revolusioner, manusia yang memiliki ide dan gagasan kedepan (man of future). Manusia yang memiliki kesadaran untuk bertindak dan membebaskan kaum tertindas hanya lewat jalur pendidikan. Dalam gagasan Paulo freire bahwa pendidikan yang berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan yang melibatkan unsur obyektif dan unsur subyektif. Kebutuhan  obyektif diperlukan untuk merubah keadaan yang tidak manusiawi karena kemampuan subyektif (kesadaran subyektif) digunakan untuk mengetahui dan terlebih dahulu bahwa sesungguhnya terjadi kehidupan yang tidak manusiawi.

Pendidikan tersebut bisa diikuti dengan adanya sekolah, pesantren, madrasah, organisasi dll. Dalam teorinya Ki Hadjar Dewantara (jadikan tempat sebagai sekolah dan jadikan orang adalah guru) inilah yang harus kita ketahui bersama bahwa ilmu itu tidak hanya di dapatkan ditempat sekolahan saja, karena ilmu selalu berkeliaran mencari siapa yang mau dan ingin serta benar-benar mau belajar tentu dialah yang akan dapat, karena sejatinya ilmu bagi yang mau dengan mempunyai keinginan yang sunguh-sungguh mau belajar maka disitulah letak jati diri tersebut dalam pendidikan dalam hal belajar.

Dalam  skala kehidupan desa dalam pendidikan memang geografis sangat berpegaruh pada kehidupan dan waktu terhadap adanya pendidikan secara universal, karena banyak metafor-metafor diangap penting dengan metamorfosisme yang didapatkanya. Setiap langkah mempunyai identitas untuk dicapai dengan informasi dari seseorang hingga waktu sebagai tujuan hidup bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang perlu dengan banyaknya masalah yang sangat untuk dipelajarinya, setiap dogma dari masyarakat sering kali pendidikan di maknai atau di artikan hal yang tidak penting untuk menjadi bagian dari pemuda untuk berpendidikan karena berpendidikan hanyalah buang-buang waktu dan materi, hingga masyarakat selalu lebih condong mendorong anak atau keluarganya tidak berpendidikan, dalam artian materi yang menjadi investasi bagaimana secepatnya harus menjadi deviden, dan kesuksesuan dari pendidikan hanyalah tugasnya di dapur dan bertani sehingga letak kesadaran dari masyarakat desa mengonsumsi dogma sebagai mitologi.
Berbicara pendidikan itu sudah tidak lagi menjadi ruang pembelajaran dengan banyaknya penumpasan dan sistem yang otoriter yang dialaminya, hingga ketakutan dan kegelisahan tersebut menjadi acuan besar sebagaimana hal tersebut, oleh karena itu dalam pendapat tan malaka bahwa tujuan pendidikan hanyalah untuk mempertajam kecerdasan dan memperdalam kemauan. Dan penting juga bahwa perjuangan dan keinginan itu di tanamkan sebagai bentuk sebuah keharusan demi menuntut ilmu tersebut sebagai upaya untuk menumpaskan keditaktoran serta ruang lingkup ketakutan itu yang masih merajalela dari asumsi masyarakat. 

Dalam pendidikan sering kali kota di maknai sebagai salah satu hal yang proregatif dalam paradigma masyarakat desa yang cenderung menilai bahwa kota tersebut  adalah jalan menuju kesuksesan, dan bahkan kota-kota menyadarkan para pemuda-pemuda yang merantau dengan kegelapan ruang-ruang pendidikan di desa serta segala kesulitan yang ada, sehingga kota adalah kebaikan dengan warna-warni tentang kehidupan yang kemudian menjadi perenungan dengan banjirnya informasi dan segala hal tentang pendidikan atau kehidupan yang berlipah tersebut, sedangkan di desa kebalikan dari perenungan kota, maka kompleksitas itu merupakan suatu upaya untuk menjungjung tinggi keinginan serta adanya pemahaman bersama, jika memang individualis itu salah satu cara untuk mendapatkan hasil yang baik lalu bagaimana kesadaran secara kolektifitas itu bisa didapatkan selain ditransformasikan demi lahirnya sebuah kesadaran sosial yang tinggi karena itu manusia harus memiliki egalitarianisme dengan humanisme yang inheren.

Namun apabila kita berbicara tentang indahnya kota dengan jarak yang cukup jauh serta sifatnya hanyalah tentang cerita yang penuh dramatisasi maka pemahaman kita sebagai masyarakat desa tentang kota tersebut merupakan hal yang misterius, namun dalam dua cakupan antara cerita dan realitas kadang kala tak sesuai ekspektasi. Pemahaman masyarakat desa tentang kota hanyalah dengan semiotik dan seni branding saja yang menjadi hak paten, kehidupan kota dengan penuh menjaga diri sendiri dan melakukan ekspansi sebagai upaya pemberdayaan humaniora dan latar belakang sejarah. Cerminan dan tampilan dari perjalanan desa menuju kota memang ada harapan yang harus menjadi tujuan yaitu pola pikir dan kedewasaan, karena geografi dan demografi sudah menjadi sumber perubahan dengan perjuangan desa menuju kota (100%).

Berangkatlah pemuda desa dan kembalilah kepada tanah kelahiranmu karena masyarakat di desa masih tercatat menunggu niat dan tekad dari perjuangan yang harus menjadi kemerdekaan masyarakat atau pemuda yang transisi yang terasingkan, dan oleh karenanya kebaikan yang dengan menempuh jalan emas demi tercapainya merdeka maka kota bukan harus dijadikan ajang kemewahan akan tetapi sebagai sarana dalam perdamaian humanisasi dan ekspansi humaniora yang bermartabat dalam mencapai pendidikan kota yang selalu menjadi impian masyarakat desa. Perjalanan harus menentukan arah dan tujuan, dan perjuangan haruslah meraih kemerdekaan dengan membawa masyarakat yang merdeka pula, catatan panjang mengisahkan sebuah harapan dengan proses yang sungguh-sungguh, karena niat dan tekad adalah harapan untuk menjadikan masyarakat yang merdeka.