UNIJA DAN CITA-CITA MEMAJUKAN PENDIDIKAN DI MADURA

Oleh | Rifand NL Anshory*

Beberapa tahun lalu, publik dikejutkan oleh persoalan yang menimpa Universitas Wiraraja dalam persoalan yang sampai duduk perkara ke ranah hukum, mempertanyakan mengenai legalitas pihak yang berhak untuk mengelolanya. Problem yang membuat semua kalangan bertanya-tanya ini secara langsung telah memperkeruh suasana pendididikan Unija tidak lagi sebagaimana mestinya. Sebab, berbagai tuduhan yang dilancarkan dalam kasus ini sudah barang tentu meracuni pikiran masyarakat akan eksistensi Unija sebagai institusi pendidikan tinggi. Bahkan mengaduk-aduk pikiran mahasiswa sendiri yang tengah menempuh studi. Dan masalah itu tidak bertahan lama, adu argumentatif yang menghabiskan banyak waktu tersebut mencair, pihak pimpinan kampus merasa lega, dan kasak –kusuk mengenai pergunjingan tersebut perlahan menyusut ditelan guliran waktu. Kampus bisa menepis tuduhan tersebut.

Tiga tahun berlalu, kondisi memang tenang kembali, tidak ada lagi semprotan yang dibuat-buat untuk meruntuhkan kewibawaan kampus Cemara (pencetak cendekiawan Madura), pimpinan kampus melakukan normalisasi aktivitas belajar mengajar di kampus, dan meminimalisir opini miring masyarakat yang sempat dicuci otaknya ke arah yang bukan-bukan. Ya, sebagaimana pendidikan tinggi, gelombang dan pasang surut untuk memajukan sebuah aktivitas mencerdaskan anak-anak bangsa memang kadang terganjal oleh beberapa hal, dan Unija telah kenyang melewati terpaan itu dengan cermat dan akurat, sehingga laju pendidikan tinggi semakin progress kedepannya. 

Dari tahun ke tahun kemajuan kampus tidak lagi dipandang sebeleh mata, mulai dari kampus yang didirikan ditengah-tengah sawah hingga menjadi kampus yang megah, sebagaimana diketahui, prestasi prestisius Unija sepanjang sejarah adalah mampu menjungkirbalikkan anggapan bahwa pendidikan di tanah Madura masih tergolong remeh, yang dibuktikan oleh hadiah dari Kopertis Wilayah VII Jawa Timur mendapat rating ke-28 PTS Se Jawa Timur, dan secara otomatis terbaik nomor satu didaratan Madura. dibanding kampus-kampus swasta lainnya di wilayah provinsi Jatim, Madura Khususnya. Ini menunjukkan bahwa Unija mampu bersaing dengan deretan kampus di Jawa Timur, baik prestasi akademik maupun non akademik. 

Semua itu adalah usaha Unija untuk menanamkan trust pada masyarakat bahwa institusinya tidak lagi berkelas teri, melainkan sudah memiliki prestige lebih tinggi untuk mencetak cendekiawan-cendekiawan Madura. Sepanjang sejarah, belum pernah jumlah mahasiswa baru (maba) tembus lebih seribu, dan pada tahun 2016 terbukti membludak, 1.300-an orang yang terdaftar resmi sebagai mahasiswa. Praktis, tahun 2016 adalah euphoria yang disambut suka-cita oleh segenap civitas akademika, dan ini kesempatan emas untuk menaikkan rating Unija menjadi lebih. Kerja keras segenap civitas akdemika menuai outcames baik dalam memperjuangkan sumbu pendidikan tinggi menyala . Meskipun, pada tahun 2017, satu tahun setelahnya, jumlah maba turun dibawah seribu, namun itu bukanlah hal yang tabu dalam pasang surut dunia pendidikan, tapi euphoria itu kembali disambut di tahun 2018 ini, bersamaan dengan euphoria pagelaran akbar olahraga Asian Games yang baru saja ditutup, ada 1035 maba yang dinyatakan lolos sebagai seleksi pendaftaran. Kendati tidak sampai seperti 3 tahun sebelumnya. Ini adalah indikasi bahwa kepercayaan masyarakat pada Unija tetap tidak terkoyakkkan, atau dalam bahasa lainnya, Unija adalah kampus “tujuan” bukan lagi sebagai “alternatif” Sebagaimana maklum bahwa istilah kampus tujuan dan alternaitf berkenaan dengan citra kampus dihadapan publik, tinggi rendahnya kepercayaan (trust) masyarakat secara garis besar bisa dilihat dari banyakanya peminat dengan ditandai pendaftar yang melebihi kapasitas dari biasanya. 

Di masyarakat kita, siapapun mengincar kampus yang secara prestasi akademik dan kemasyhurannya tidak diragukan lagi. Maka tak ayal kampus-kampus raksasa di indonesia seperti UGM, UI, ITB, UNAIR menjadi buruan(tujuan) masyarakat di seluruh pelosok negeri. Beribu-beribu masyarakat di seluruh penjuru negeri harus berkompetisi untuk mencicipi kampus demikian. Begitupun Unija—jika tidak dibilang sama, adalah kampus tujuan dengan kualitas, akses keterjangkawan, dan bidang jurusan yang tersedia untuk masyarakat. Belum lagi, tahun lalu fakultas hukum mampu merangsang menjadi Terakreditasi “A” dan satu-satunya di Madura, juga peningkatan pelayanan dan dibukanya jurusan-jurusan baru. Maka ini akan menjadi faktor pendukung bagi semua elemen untuk melirik Unija sebagai kampus impian. 

Kendati demikian, Sungguh di dalam usaha untuk memberikan akses pendidikan kepada masyarakat adalah perkerjaan bukan main-main, karena yang dipikirkan adalah persoalan bagaimana mencerdaskan kehidupan bangsa, memangkas buta huruf. Butuh bargaining yang berani secara akademik maupun non akademik untuk menaruh kepercayaan pada masyarakat. Baik keterjangkawan biaya pendidikan, tersedianya bidang studi, dan kualitas itu sendiri.  Apalagi mencita-citakan sesuatu yang mulya, sebagaimana tertuang dalam filosofi “UWR”, Universal, Write, Riset dan patronase “Cemara”-mencetak cendekiawan Madura adalah perkerjaan rumah yang perlu waktu cukup lama untuk cita-cita pendidikan yang maju di tanah Madura, lebih-lebih Sumenep.

*Adalah Mahasiswa Universitas Wiraraja, Prodi Administrasi Negara, Semester 5, Ketua Umum UKM LPM Maharaja